Surat Peringatan (SP) Karyawan dan Ketentuannya Menurut UU

 

Pernahkah kamu mendengar tentang SP 1, SP 2, hingga SP 3? Yup! SP alias surat peringatan adalah surat yang dibuat untuk karyawan yang telah melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap aturan perusahaan.

Meski telah melakukan pelanggaran, perusahaan tidak dapat secara langsung melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan tersebut.

Atas dasar itulah dibuat surat peringatan, sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 151 Ayat 1:

Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Selain menghindari PHK secara langsung, SP dibuat dengan tujuan memberikan efek jera pada karyawan yang melakukan pelanggaran, serta sebagai contoh bagi karyawan lainnya agar tidak melakukan pelanggaran yang sama.

Nah, kalau kamu belum begitu akrab dengan surat yang satu ini, langsung saja simak contoh dan ketentuannya menurut undang-undang, yuk!

Contoh Surat Peringatan Karyawan dan Ketentuannya Menurut UU

Contoh Surat Peringatan

Terdapat beberapa tahap dalam menulis SP. Pertama, tuliskan nama dan jabatan dari karyawan yang melakukan pelanggaran.

Selanjutnya, jelaskan alasan dari pemberian surat tersebut, contohnya bisa karena ketidakhadiran atau cuti tanpa keterangan dan izin sebelumnya.

Terakhir, jelaskan pula tujuan dari pemberian surat, agar karyawan tersebut tidak mengulangi kesalahannya kembali. Beberapa juga diberikan sanksi oleh perusahaan.

Contoh Bahasa Indonesia

————————

Contoh Bahasa Inggris

Ketentuan Surat Peringatan (SP) Menurut Undang-Undang

Sama seperti cara pembuatannya, pemberian SP pun memiliki aturan tersendiri. Aturan mengenai SP untuk karyawan terdapat dalamUndang-Undang Cipta Kerja Pasal 154A ayat (1) huruf k, yang berbunyi:

k. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

Secara garis besar, SP terbagi menjadi tiga, yaitu SP pertama, kedua, dan ketiga. Masing-masing berlaku selama enam bulan atau sesuai dengan perjanjian kerja.

Jika dalam kurun waktu enam bulan perilaku karyawan tersebut membaik, itu artinya ia sudah terbebas dari SP pertama.

Namun, bila masa SP pertama belum habis dan ia melakukan pelanggaran berbeda, perusahaan dapat memberikan SP kedua hingga SP ketiga.

Lalu, bagaimana jika karyawan yang bersangkutan kembali melakukan pelanggaran setelah masa SP pertama habis? Jika hal tersebut terjadi, surat yang diberikan padanya kembali ke SP pertama, bukan SP kedua.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) baru dapat dilakukan oleh perusahaan jika karyawan tersebut tidak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik setelah diberikan SP ketiga.

Meski akhirnya mengalami PHK, karyawan tersebut tetap memiliki hak mendapatkan uang pesangon, seperti yang diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 156 Ayat 1:

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggatian hak yang seharusnya diterima.

Pemberian uang pesangon pada karyawan yang terkena PHK telah diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 156 Ayat 2.

  • Masa kerja < 1 tahun : 1 bulan upah
  • Masa kerja 1 tahun sampai < 2 tahun : 2 bulan upah
  • Masa kerja 2 tahun sampai < 3 tahun : 3 bulan upah
  • Masa kerja 3 tahun sampai < 4 tahun : 4 bulan upah
  • Masa kerja 4 tahun sampai < 5 tahun : 5 bulan upah
  • Masa kerja 5 tahun sampai < 6 tahun : 6 bulan upah
  • Masa kerja 6 tahun sampai < 7 tahun : 7 bulan upah
  • Masa kerja 7 tahun sampai < 8 tahun : 8 bulan upah
  • Masa kerja > 8 tahun : 9 bulan upah

Selain uang pesangon, karyawan yang di-PHK juga berhak atas uang penghargaan masa kerja (UPMK) sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 156 Ayat 3.

Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa UPMK hanya berlaku bagi karyawan yang terkena PHK dan telah bekerja selama minimal tiga tahun di perusahaan yang bersangkutan.

  • Masa kerja 3 tahun sampai < 6 tahun : 2 bulan upah
  • Masa kerja 6 tahun sampai < 9 tahun : 3 bulan upah
  • Masa kerja 9 tahun sampai < 12 tahun : 4 bulan upah
  • Masa kerja 12 tahun sampai < 15 tahun : 5 bulan upah
  • Masa kerja 15 tahun sampai < 18 tahun : 6 bulan upah
  • Masa kerja 18 tahun sampai < 21 tahun : 7 bulan upah
  • Masa kerja 21 tahun sampai < 24 tahun : 8 bulan upah
  • Masa kerja > 24 tahun : 10 bulan upah

Terakhir, hak yang didapatkan oleh karyawan yang di-PHK adalah uang pengganti hak.

Dalam Undang-Undang Cipta Kerja pasal 156 Ayat 4, uang penggati hak dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • Cuti tahunan yang belum sempat diambil atau belum gugur
  • Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima kerja
  • Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama

Meskipun karyawan yang diputuskan hubungan kerjanya mendapat beberapa hak yang tampaknya ‘menggiurkan’, tapi tetap saja ia telah kehilangan pekerjaan dan harus memulai karier di tempat baru.

Bahkan, mungkin mereka harus memulai karier kembali dari awal.

Demikian penjelasan soal surat peringatan (SP) karyawan beserta ketentuannya. Kini, kamu bisa lebih berhati-hati terhadap surat yang satu ini. Sebisa mungkin, hindari pelanggaran yang berbuntut pada SP, ya.

Nah, lantas bagaimana jika kamu mendapat sebuah SP dari perusahaan?

Jangan panik. Yuk, cari tahu langkah yang bisa kamu ambil untuk menaganinya di sini!

Sumber

Komentar